Laba (
Income)
Makna
income dalam konteks perpajakan dapat berbeda atau bahkan berbeda dengan makna
income dalam akuntansi atau pelaporan keuangan. Dalam perpajakan income
dimaknai sebagai jumlah kotor sehingga diterjemahkan
sebagai penghasilan sebagaimana digunakan dalam Standar
Akuntansi Keuangan. Dalam buku-buku teks akuntansi (khususnya teori
akuntansi), istilah income pada umumnya dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga
istilah laba lebih menggambarkan apa yang dimaksud income dalam
buku-buku tersebut. Laba dalam teori akuntansi biasanya lebih menunjuk pada
konsep yang oleh FASB disebut dengan laba komprehensif. Laba komprehensif
dimaknai sebagai kenaikan aset bersih selain yang berasal dari transaksi dengan
pemilik. Buku ini menggunakan istilah laba untuk income yang digunakan dalam konteks
akuntansi.
Masalah
pelik yang berkaitan dengan laba adalah menentukan konsep laba secara tepat
untuk pelaporan keuangan sehingga angka laba merupakan angka yang bermakna
(meaningful) baik secara intuitif maupun ekonomik bagi berbagai pemakai
statemen keuangan. Pemaknaan atau pendefinisian laba mempunyai implikasi
terhadap pengukuran dan penyajian laba.
Karena
akuntansi secara umum menganut konsep kos historis, asas akrual, dan konsep
penandingan, laba akuntansi yang sekarang dianut dimaknai sebagai selisih
antara pendapatan dan biaya.
Tujuan
Pelaporan Laba
Telah
disinggung di atas bahwa pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi
sekarang ini adalah laba yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya
secara akrual.
Apapun pengertian dan cara pengukurannya, laba akuntansi dengan
berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai :
a) Indikator efisiensi penggunaan dana yang
tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas
investasi (rate of return invested capital).
b) Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha
dan manajemen.
c) Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
d) Alat pengendalian alokasi sumber
daya ekonomik suatu negara.
e) Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif
dalam perusahaan publik.
f) Alat pengendalian terhadap debitor dalam
kontrak utang.
g) Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h) Alat motivasi manajemen dalam pengendalian
perusahaan.
i) Dasar pembagian dividen.
Teori akuntansi tentang laba
akan melibatkan pengukuran dan penyajian laba yang dapat memenuhi berbagai
tujuan di atas. Untuk melayani berbagai kebutuhan di atas, ada dua pendekatan
yang harus dipertimbangkan dalam akuntansi laba yaitu : satu laba untuk
berbagai tujuan (single income for different purposes) atau beda tujuan beda
laba (different incomes for different purposes). Pendekatan pertama berusaha
untuk memformulasi konsep laba tunggal (umum) dan menyajikannya untuk memenuhi
berbagai tujuan secara umum. Inilah pendekatan yang ingin dicapai dalam
merekayasa pelaporan keuangan umum (general purpose financial reporting).
Walaupun teori tentang
konsep laba lebih berkaitan dengan pendekatan ini, akuntansi juga berusaha
untuk menyediakan informasi agar tujuan khusus dapat dipenuhi dengan
menyediakan informasi yang memungkinkan pemakai untuk menentukan konsep laba
sesuai dengan kebutuhan spesifikasinya. Pendekatan kedua menggunakan
berbagai konsep laba dan menyajikannya secara jelas berbagai konsep
laba tersebut secara khusus. Kebutuhan khusus ini dapat dilayani dengan
menyertai statemen keuangan umum (khususnya statemen laba-rugi) dengan berbagai
laporan pelengkap.
Konsep Laba
Konvensional
Hendriksen
dan van Breda (1992) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang sekarang berjalan
(konvensional) masih problematik secara teoretis. Laba akuntansi mempunyai
beberpa kelemahan berikut :
a) Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik
dan jelas sehingga laba tersebut secara intuitif dan ekonomik bermakna.
b) Penyajian dan pengukuran laba masih
difokuskan pada pemegang saham biasa atau residual.
c) Prinsip akuntansi berterima umum (PABU)
sebagai pedoman pengukuran laba masih memberi peluang untuk terjadinya
ketaktaatasaan (inkonsistensi) antar perusahaan.
d) Karena didasarkan pada konsep kos historis,
laba akuntansi secara umum belum memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli
dan harga.
e) Dalam menilai kinerja perusahaan secara
keseluruhan, investor dan kreditor memandang informasi selain laba akuntansi
juga bermanfaat atau bahkan lebih bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi
belum menjadi tuntutan yang mendesak.
Atas dasar tujuan dan
kelemahan laba akuntansi di atas, bab ini membahas dua aspek pokok teori laba
yaitu :
1. Interprestasi laba dan implikasinya dalam
tiap tataran teori.
2. Lingkup laba atas dasar kegiatan operasi dan
teori entitas.
Konsep Laba
dalam Tataran Semantik
Konsep
dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa yang harus diletakkan
oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen laba sehingga laba bermanfaat
(useful) dan bermakna (meaningful) sebagai informasi.
Pada tataran ini, teori
berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah yang harus direpresentasi oleh laba.
Seperti teori tentang aset, realitas atau kegiatan entitas apa yang harus
direpresentasi oleh angka laba. Makna yang dikandung dalam laba akhirnya harus
diinterpretasi oleh pemakai. Pemaknaan laba secara semantik akhirnya akan
menentukan pemaknaan laba secara sintaktik yaitu pengukuran dan penyajiannya.
Pengukur
Kinerja
Pelaporan
keuangan berkepentingan dengan informasi tentang kemampuan atau daya melaba
suatu kesatuan usaha dengan sumber daya (aset) yang dikuasainya dalam suatu
perioda. Daya melaba merupakan informasi semantik yang diharapkan dibawa oleh
informasi akuntansi melalui statemen keuangan yaitu objek (element), ukuran
(size), dan hubungan (relationship). Daya melaba akan mempunyai makna kalau
laba dikaitkan dengan perioda dan sumber daya yang digunakan. Jadi, untuk
menentukan daya melaba, tiga komponen harus diketahui yaitu laba, perioda, dan
tingkat sumber daya (investasi).
Laba dapat diinterpretasi sebagai
pengukur keefisienan (efisiensi) bila dihubungkan dengan tingkat investasi
karena efisiensi secara konseptual merupakan suatu hubungan atau indeks.
Secara
umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran (output) tertinggi dengan
sumber daya tertentu sebagai masukan (input). Bila keluaran atau sasaran
tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah kemampuan mencapai keluaran
tersebut dengan sumber daya terendah (minimum) yang dimungkinkan.
Dalam akuntansi, laba
dimaknai dan diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi oleh investor dalam
bentuk kembalian atas investasi (return on investment atau ROI). Bagi
manajemen, efisiensi dapat diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi
penggunaan sumber daya dalam bentuk kembalian atas aset (return on assets atau
ROA). Bagi kreditorefisiensi dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga
(return on loan atau ROL). Jadi, laba dapat merepresentasi kinerja efisiensi
karena laba menentukan ROI, ROA, ROL ssebagai pengukur efisiensi.
Konfirmasi
Harapan Investor
Perekayasaan
pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk meyakinkan bahwa
harapan-harapan investor atau pemakai lainnya di masa lalu tentang kinerja
perusahaan memang terrealisasi. Dengan demikian, laba dapat diinterpretasi
sebagai sarana untuk mengkonfirmasi harapan-harapan tersebut. Asumsinya publik
sebagai basis keputusan investasinya melalui prediksi laba.
Estimator
Laba Ekonomik
Perekayasaan
akuntansi mengharapkan bahwa laba akuntansi akan mendekati laba ekonomik atau
paling tidak merupakan estimator yang baik untuk laba ekonomik. Artinya,
perubahan laba akuntansi diharapkan merefleksi pula perubahan ekonomik
perusahaan. Dengan demikian, laba akuntansi masih tetap bermanfaat bagi
investor yang mungkin lebih berkepentingan dengan laba ekonomik.
Laba
akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau kesatuan usaha
karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif dan terandalkan.
Sementara itu, laba ekonomik adalah laba laba dari kaca mata investor karena
keperluan untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal bersifat
subjektif bergantung pada karakteristik investor.
Makna Laba
Laba
secara konseptual mempunyai karakteristik umum sebagai berikut :
a. Kenaikan kemakmuran (wealth atau
well-offness) yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas. Entitas dapat berupa
perorangan/individual, kelompok individual, institusi, badan, lembaga atau
perusahaan.
b. Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu
(perioda) sehingga harus diidentifikasi kemakmuran awal dan kemakmuran akhir.
c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau
ditarikoleh enitas yang menguasai kemakmuran asalkan kemakmuran awal
dipertahankan.
Kemakmuran dapat berupa aset bersih, aset, modal pemegang saham, kekayaan
, investasi, sumber daya ekonomik, uang atau apapun yang bernilai uang atau
yang dapat dinilai dengan uang. Kemakmuran tersebut secara umum
disebut kapital (capital). Kapital disini berbeda dengan modal karena
modal mempunyai pengertian khusus dalam akuntansi yaitu ekuitas pemegang saham.
Laba dan
Kapital
Pembahasan
laba tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan kapitaltetapi makna keduannya
harus dibedakan. Kapital dapat diasosiasi dengan sediaan atau potensi jasa
(stock concept).
Jadi, kapital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada saat
tertentu. Sementara itu, laba dapat diasosiasi dengan alira kemakmuran (flow
concept). Jadi, laba adalah aliran potensi jasa yang dapat dinikmati dalam
kurun waktu tertentu dengan tetap mempertahankan tingkat potensi
jasa mula-mula.
Konsep
Pemertahanan Kapital
Konsep
ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas (perusahaan atau investor) berhak
mendapatkan kembalian/imbalan atau return dan menikmatinya setelah kapital
(investasi) dipertahankan keutuhanya atau pilih seperti sedia kala (recovered).
Konsep ini mempunyai arti penting atau konsekuensi dalam beberapa hal
yang saling berkaitan sebagai berikut :
a.
Membedakan antara kembalian atas investasi (return on invesment) dan
pengembalian investasi.
b.
Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti luas
dengan transaksi pendanaan dari pemilik (owner transactions).
c.
Menjamin agar laba yang dapat didistribusi tidak mengandung pengembalian
investasi.
d.
Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian kapital (capital adjusment)
untuk mempertahankan kemampuan ekonomik (kapital) awal perioda akibat perubahan
harga dan daya beli sehingga laba ekonomik akan terukur pula.
e.
Memungkinkan penggunaan berbagai dasar penilaian untuk menentukan tingkat
kapital pada saat tertentu (awal dan akhir).
f.
Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban (asset-liability
approach) secara penuh dalam pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan
mendekati angka laba ekonomik.
Atas dasar berbagai uraian
di atas, laba kemudian dapat didefinisi secara umum, formal, dan semantik
sebagai berikut :
Laba adalah tambahan
kemampuan ekonomik yang ditandai dengan kenaikan kapital dalam suatu perioda
yang berasal dari kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau
ditarik oleh entitas penguasa/pemilik kapital tanpa mengurangi kemampuan
ekonomik kapital mula-mula (awal perioda).
Konsep Laba
dalam Tataran Sintaktik
Makna semantik laba yang
dikembangkan di atas akhirnya harus dapat dijabarkan dalam tataran sintaktik.
Ini berarti konsep laba harus dioperasionalkan dalam bentuk standar dan
prosedur akuntansi yang mantap dan objektif sehingga angka laba dapat diukur dan
disajikan dalam statemen keuangan.
Pengukuran
dalam arti luas yang meliputi pengakuan, saat pengakuan, dan prosedur pengakuan
ditambah cara mengungkapkan (disclosures) merupakan masalah pada tataran
sintaktik.
Pendekatan
Transaksi
Dengan pendekatan ini, laba
diukur dan diakui pada saat terjadinya transaksi (terutama transaksi eksternal)
yang kemudian terakumulasi sampai akhir perioda. Karena laba didefinisi sebagai
pendapatan dikurangi biaya, pengukuran dan pengakuan pendapatan dan biaya dalam
suatu perioda sebenarnya juga merupakan pengukuran dan pengakuan laba. Oleh
karena itu, pengukuran dan pengakuan laba juga akan paralel dengan kriteria
pengakuan pendapatan dan biaya.
Pendekatan
kegiatan
Dengan
pendekatan ini, laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan
atau kejadian bukan sebagai hasil suatu transaksi pada saat tertentu.
Pendekatan ini pararel dengan konsep penghimpunan atau pembentukan pendapatan
(earning process) sebagai basis pengakuan pendapatan. Dengan konsep ini,
pendapatan (dengan sendirinya laba) dapat dinyatakan telah terbentuk (earned)
bersamaan dengan telah dilakukannya kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas
(produksi, penjualan, dan pengumpulan kas).
Pendekatan
Pemertahanan Kapital
Dengan
konsep pemertahanan kapital, laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapital
pada dua titik waktu yang berbeda. Dengan konsep ini, elemen statemen keuangan
diukur atas dasar pendekatan aset-kewajiban. Jadi, dapat dikatakan bahwa laba
adalah perubahan atau kenaikan kapital dalam suatu perioda. Dengan kata lain,
laba adalah perbedaan nilai kapital pada dua saat yang berbeda. Masalah
teoretis dalam hal ini adalah bagaimana kapital diukur atau dinilai dan
bagaimana laba ditentukan.
Pengukuran
atau Penilaian Kapital
Pengukuran kapital pada dua
titik waktu menimbulkan masalah konseptual karena dengan berjalannya waktu
beberapa hal yang bersifat ekonomik berubah dan harus dipertimbangkan yaitu
unit atau skala pengukur dan dasar pengukur. Hal ini yang menentukan cara
menilai kapital adalah jenis kapital (fisis atau financial) dan dasar
penilaian.
Jenis Kapital
Jenis kapital berkaitan dengan karakteristik dan wujud kapital dari
kacamata yang menguasai serta apa yang dimaksud harus dipertahankan untuk
menentukan laba.
Dalam hal
ini terdapat 2 jenis konsep kapital yaitu :
1. Kapital Financial
Kapital financial adalah
klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang melekat padanya tanpa
memperhatikan wujud fisis klaim tersebut. Pada umumnya kapital financial adalah
kapital yang dikuasai pemegang saham atau pemegang obligasi. Dari sudut pandang
pemegang saham suatu perusahaan, laba atau kembalian atas kapital financial
akan timbul bila jumlah rupiah aset bersih pada akhir suatu perioda melebihi
jumlah rupiah aset bersih pada awal perioda. Dengan pendekatan ini, yang harus
dipertahankan dalam penentuan laba adalah nilai ekonomik dalam arti nilai tukar
kapital.
Kapital financial dari sudut
badan usaha adalah jumlah rupiah yang melekat pada aset total badan usaha tanpa
memandang jenis atau komponen aset. Dalam analisis statemen keuangan
tradisional, tingkat kembalian atas kapital financial ini dinyatakan sebagai
tingkat kembalian atas aset total atau rate of return on assets (
ROA ) yang dirumuskan sebagai berikut :
Laba
bersih + Biaya bunga
ROA =
Aset
total rata-rata
Dari sudut pandang kreditor
kapital financial adalah jumlah pinjaman yang tertanam di perusahaan.
2. Kapital
Fisis
Kapital fisis adalah sumber
ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang dipandang atau dimaknai sebagai
kapasitas produksi fisis ( physical productive capacity )
yaitu kemampuan menghasilkan barang dan jasa. Dalam konteks akuntansi, entitas
yang di maksud adalah badan usaha yang dijalankan oleh manajemen.dengan konsep
ini, laba atau kembalian atas kapital fisis akan timbul bila kapasitas produksi
fisis pada akhir tahun suatu perioda melebihi kapasitas produksi
fisis pada awal perioda. Yang harus dipertahankan dalam menentukan laba dalah
kapasitas produksi fisis.
Perbedaan utama antara 2 kosep diatas adalah :
a. Perlakuan terhadap pengaruh perubahan harga
atas aset yang ditahan atau kewajiban yang ditanggung selama suatu perioda
seandainya pengaruh tersebut diakui.
b. Dalam konsep kapital financial, pengaruh
perubahan akan diakui sebagai untung atau rugi menahan atau penahanan dan
dilaporkan melalui statemen laba-rugi.
c. Dalam konsep kapital fisis, pengaruh
perubahan diakui sebagai penyesuai kapital dan tidak masuk dalam statemen
laba-rugi.
Skala
Pengukuran
Skala pengukuran adalah unit
pengukur yang dapat dilekatkan pada suatu obyek sehingga obyek tersebut dapat
dibedakan besar- kecilnya (magnitudanya) dari obyek yang lain atas dasar unit
pengukur tersebut. Dalam teori pengukuran dikenal empat macam skala pengukuran
yaitu kategori (nominal), ordinal, interval, dan rasio.
Skala
Nominal
Skala noinal adalah satuan
rupiah sebagaimana telah terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya beli dengan
berjalanya waktu akibat perubahan kondisi ekonomik. Karena nilai rupiah
dianggap konstan sepanjang masa, akuntansi atas dasar ini sering disebut
akuntansi dengan asumsi nilai rupiah konstan yang di Amerika disebut “constant
dollar accounting”.
Skala Daya
Beli
Skala daya beli merupakan
skala untuk mengatasi kelemahan skala rupiah nominal. Perubahan skala
pengukuran dari rupiah nominal ke rupiah daya beli secara substantif tidak
berpengaruh trehadap laba sebagai perubahan nilai ekonomi kapital tetapi yang
berubah adalah skala pengukuranya.
Dasar atau
Atribut Pengukuran
Dua dasar penting yang
berpaut dengan penentuan laba yaitu kos historis (historical cost) dan kos
sekarang (current cost) yang keduanya merupakan nilai masukan (inputvalue).
Ø Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang
telah tercatat dalam sistem pembukuan. Kos historis dipilih biasanya karena kos
tersebut obyektif dan dapat diuji kebenaranya (verifiable).
Ø Kos Sekarang
Kos sekarang menunjukan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan
yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama jenis
dan kondisinya atau penggantinya yang setara (ekuivalenya).
Selisih antara kos historis dan kos sekarang harus dibedakan dengan
selisih akibat dijabarkanya rupiah nominal menjadi rupiah daya beli. Kos
sekarang berbeda dengan kos historis bukan karena perubahan harga umum tetapi
karena perubahan harga barang tertentu akibat perubahan
selera,teknologi, dan fungsi.
Pengukuran Laba
dengan Mempertahankan Kapital
Ada tiga faktor penentuan
nilai kapital (jenis, skala, dasar penilaian) yang saling berinteraksi menimbulkan
berbagai macam pendekatan atau basis penilaian kapital. Berbagai pendekatan
penilaian kapital dan implikasinya terhadap penentuan laba antara lain adalah :
Ø Kapitalisasi aliran
kas harapan (capitalization of expected cash flows)
Pendekatan ini berpaut dengan pengukuran laba dari kacamata pemegang
saham atau investor sebagai entitas. Oleh karena itu, kapital disini adalah
kapital financial berupa nilai investasi yang tertanam di perusahaan yang
menjadi klaim pemegang saham. Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik,
dengan konsep ini akan ditentukan nilai kapitalisasian investasi pemegang saham
pada awal dan akhir perioda. Nilai kapitalisasian adalah nilai diskunan atau
nilai sekarang semua aliran kas masa datang dari investasi selama perioda ayng
diharapkan investor. Aliran kas ini dapat berupa deviden kas periodik dan kas
hasil penjualan atau likuidasi seluru investasi di akit perioda yang dihrapkan.
Bila tidak ada pembagian deviden,aliran kas adalah kas yang akan diterima
seandainya sebagian investasi dijual secara periodik sebanyak kenaikan nilai
investasi.
Walaupun konsep kapitalisasi
mempunyai keunggulan dalam mengukur laba yang mendekati laba ekonomik, sistem
pembukuan perusahaan mungkin tidakmendukung pengoperasian konsep ini.
Beberapa keberatan yang diajukan terhadap
konsepini antara lain :
· Tarif kapitalisasi yang digunakan dimata
perusahaan tidak selalu sama dengan tarif menurut presepsi investor.
· Angka laba yang dihasilkan tidak intuitif
karena komponen-komponen pembentuknya tidak tampak.
· Konsep ini terlalu menekan pada nilai waktu
uang dan aliran kas dan mengabaikan faktor-faktor ekonomik yang lain.
Ø Penilaian pasar atau aset bersih perusahaan (market valuation of
the firm) penilaian ini memandang kapital sebagai kapital financial serta
merupakan alternatif kapitalisasialiran kas. Kapital diukur atas dasar berapa
jumlah rupiah yang investor bersedia membayar untuk seluruh kekayaan perusahaan
dikurangi seluruh kewajiban. Untuk memperoleh nilai kapital yang wajar,dapat
digunakan alternatif penilaian yaitu kapital diukur atas dasar perkalian antara
volume saham yang beredar dengan harga pasar sahal pada awal dan akhir perioda.
Ø Setara kas sekarang (current cash
equivalent) penilaian ini memandang kapital sebagai fisis.
Dasar
pengukuran adalah gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset
dikurangi jumlah rupiah setara tunai semua utang. ini berarti bahwa harga pasar
dianggap sebagai nilai kesempatan (opportunity value). Jumlah rupiah setara
tunai ini didasarkan atas harga pasar penjualan pos aset secara individual yang
dimiliki / dikuasai perusahaan.
Ø Harga masukan historis (historical
input prices) penilaian ini merupakan salah satu pendekatan penilaian
dengan nilai masukan. Laba merupakan kenaikan aset, walaupun berbasis harga
masukan, beberapa komponen aset pada akir perioda
mungkin merefleksi harga keluaran.
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur
berdasarkan selisih aset bersih awal dan akhir perioda yang masing-masing
dinyatakan dalam kos historisnya. Hasilnya akan sama dengan laba yang dihitung
sebagai selisih pendapatan dan biaya. Hal inilah yang dianut oleh akuntansi
konvensional. Jadi, akuntansi konvensional sebenarnya juga menganut konsep
pemertahanan kapital.
Ø Harga masukan sekarang (current input
prices) penilaian ini pada dasarnya sama dengan harga masukan historis
kecuali bahwa dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan
akhir dengan kos masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu. Kos
pengganti suatu aset adalah jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya
suatu entitas tidak menguasai / memiliki aset bersangkutan. Pendekatan ini
sebenarnya berusaha untuk merinci laba menjadi laba normal yang menunjukan
kinerja manajemen dan laba semata-mata karena perubahan harga. Bila aset
dipandang sebagai kapital fisis, untung atau rugi perubahan harga akan
merupakan jumlah penyesuaian kapital agar kapital awal tetap dapat
dipertahankan.
Ø Pertahanan daya beli konstan (maintenance
of constant purchasing power) pengukuran dengan unit daya beli konstan ini
basisnya adalah kos historis. Kapital awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya
beli konstan pada indeks dasar tertentu ( dapat di indeks awal tahun, rata-rata,
atau akhir tahun).
Laba yang diukur berdasarkan selisih kapital awal dan akhir akan
menggambarkan tambahan daya beli kapital yang dimiliki / dikuasai perusahaan
tanpa harus mengurangi daya beli kapital yang mula-mula. Secara umum dapat
dikatakan bahwa penentuan laba atas dasar konsep pemertahanan kapital
memerlukan penilaian atas kapital baik fisis maupun financial pada awal dan
akhir suatu perioda.
Laba dan Teori Entitas
Membahas
berbagai konsep entitas selain kesatuan usaha dan implikasinya terhadap
pengertian dan penyajian laba. Karena berkaitan dengan siapa yang berhak atas
laba, teori entitas (kesatuan) sering disebut pula dengan teori ekuitas.
Terdapat beberapa teori entitas atau teori ekuitas yang banyak dibahas dalam
literatur teori akutansi, yaitu entitas usaha bersama, entitas usaha atau
bisnis, entitas investor, entitas pemilik, entitas pemilik residual, entitas
pengendali, dan entitas dana.
Teori
entitas selalu dikaitkan dengan partisipan dalam kegiatan ekonomik. Partispan
tersebut merupakan pihak yang akhirnya meneima manfaat dari nilai tambahan yang
timbul akibat kegiatan ekonomik. Teori kesatuan juga mempunyai implikasi
tentang tujuan pelaporan keuangan dan bentuk atau susunan statemen laba-rugi.
Penyajian Laba
Penyajian laba berdasarkan
masalah konseptual adalah pemisahan pelaporan pos – pos transaksi dengan
pemilik. Pos-pos operasi dalam arti luas dilaporkan melalui statemen laba-rugi
sedangkan pos-pos yang jelas merupakan transaksi modal dilaporkan melalui
statemen laba ditahan atau statemen perubahan ekuitas